Comments


Recent Articles

Senin, 30 April 2012

kejamnya keadilan negeri ini

0 komentar
Aku seperti bemo atau sendal jepit.
Tubuhku kecil mungil biasa terjepit.
Pada siapa ku mengadu?

Pada siapa ku bertanya?

Jauh sebelum kasus "sandal jepit" merebak, penyanyi kondang Iwan Fals sudah teriak-teriak soal sandal jepit dalam syair lagunya "Besar dan Kecil". Iwan menganalogikan rakyat kecil seperti jendal jepit yang selalu terjepit, diremehkan, lemah, selalu kalah. Seperti sandal jepit, begitulah kenyataan masyarakat kecil jika harus berurusan dengan hukum.

Tidak perlu menutup mata karena kenyataan itu ada di depan mata kita. Aparat negeri ini terkesan lebih suka menjepit rakyat kecil yang sudah biasa menjerit karena ketidakadilan di negeri ini. Mereka terkesan lebih senang membela pejabat dengan kekayaan berlipat, dibandingkan rakyat kecil yang biasa hidup melarat.


Aku seperti bemo atau sendal jepit. Tubuhku kecil mungil biasa terjepit. Pada siapa ku mengadu? Pada siapa ku bertanya?


Mau bukti? Tengoklah kasus Nenek Minah (55) asal Banyumas yang divonis 1,5 tahun pada 2009, hanya karena mencuri tiga buah Kakao yang harganya tidak lebih dari Rp 10.000. Bahkan, untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek yang sudah renta dan buta huruf itu harus meminjam uang Rp 30.000 untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh.

Yang paling anyar, kasus pencurian sandal jepit yang menjadikan AAL (15) pelajar SMK 3, Palu, Sulawesi Tengah, sebagai pesakitan di hadapan meja hijau. Ia dituduh mencuri sandal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap, anggota Brimob Polda Sulteng. Hanya gara-gara sandal jepit butut AAL terancam hukuman kurungan maksimal lima tahun penjara.

Proses hukum atas AAL pun tampak janggal. Ia didakwa mencuri sandal merek Eiger nomor 43. Namun, bukti yang diajukan adalah sandal merek Ando nomor 9,5. Selama persidangan tak ada satu saksi pun yang melihat langsung apakah sandal merek Ando itu memang diambil AAL di depan kamar Rusdi.

Di persidangan, Rusdi yakin sandal yang diajukan sebagai barang bukti itu adalah miliknya karena, katanya, ia memiliki kontak batin dengan sandal itu. Saat hakim meminta mencoba, tampak jelas sandal Ando itu kekecilan untuk kaki Rusdi yang besar.

AAL memang dibebaskan dari hukuman dan dikembalikan kepada orangtuanya. Namun, majelis hakim memutus AAL bersalah karena mencuri barang milik orang lain.



Mati

Sosiolog dari Universitas Indonesia Imam Prasodjo kepada Kompas.com, Kamis (5/1/2012) di Jakarta mengatakan, hukuman yang diberikan kepada Nenek Minah dan AAL itu menggambarkan bahwa proses hukum yang mati dari tujuan hukum itu sendiri. Hukum, kata dia, hanya mengikuti aturan formal, tidak memperhitungkan subtansi dan hati nurani.

"Ancaman lima tahun dan vonis 1,5 tahun itu, bukan masalah Jaksa, Polisi, atau Hakim saja. Tapi mereka semua telah melakukan kesesatan kolektif. Meskipun banyak protes dari masyarakat, mereka masih juga memproses dan memutuskan sesuatu secara tidak sedikitpun ada kesadaran dan evaluasi," kata Imam.

Sosiolog Soetandyo Wignjosoebroto pun mengatakan hal serupa. Hakim kini dinilainya terlalu legalistik terhadap putusan bersalah rakyat kecil. Hakim tidak mampu memahami arti dan makna sekaligus kearifan yang terkandung dalam aturan hukum.

"Undang-undang itu dead letter law (hukum yang mati). Hukum menjadi aktif dan dinamik melalui kata hati dan tafsir hakim. Kalau putusannya itu aneh, itu bukan salah undang-undang, melainkan hakim. Hakimnya harus pandai memberi putusan yang bisa diterima," kata Soetandyo.

Meskipun, seyogyanya mencuri atau mengambil barang orang lain sekecil apa pun tanpa izin adalah perbuatan melanggar hukum. Dan hukum harus ditegakkan. Namun, apakah hal itu sudah sesuai rasa keadilan di masyarakat?

Lihat saja bagaimana para pejabat dan koruptor berdasi putih mencuri uang rakyat yang nilainya sebanding dengan jutaan sandal jepit dan kakao itu diperlakukan dengan terhormat oleh aparat. Mereka dapat melanggeng bebas dari hukuman yang tidak terlalu berat. Mereka pun dapat mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat.

Data Indonesian Corruption Watch (ICW) menunjukan koruptor rata-rata hanya dihukum di bawah dua tahun. Pada 2010, sebanyak 269 kasus atau 60,68 persen hanya dijatuhi hukuman antara 1 dan 2 tahun. Sedangkan, 87 kasus divonis 3-5 tahun, 13 kasus atau 2,94 persen divonis 6-10 tahun. Adapun yang dihukum lebih dari 10 tahun hanya dua kasus atau 0,45 persen.

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqqodas pada pertengahan November tahun lalu, mengakui bahwa hukuman untuk koruptor memang rendah. Pengadilan, kata Busyro, seakan-akan tak mencerminkan ideologi hukum yang baik. "Putusan hakim kehilangan roh untuk berpihak pada kepentingan rakyat," kata Busyro.

Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan kini hukum hanya tajam jika kebawah dan tumpul jika berhadapan dengan kalangan atas. Pemerintah, menurut Hikmahanto, seharusnya peka terhadap rasa ketidakadilan yang terus dialami rakyat.

"Saya prihatin. Hakim terlalu legalistik jika pihak yang lemah menjadi terdakwa. Untuk kasus korupsi, hakim justru tak menggunakan kacamata kuda, tetapi seolah-olah memahami tuduhan korupsi tak terbukti dengan melihat konteks," kata Himkmahanto di Jakarta, Kamis.

Keadilan Restoratif

Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyarankan agar aparat penegak hukum menggunakan restorative justice (keadilan restoratif) sebagai penyelesaian alternatif dalam sejumlah kasus kecil seperti yang menimpa AAL maupun Nenek Minah.

Keadilan restoratif adalah konsep pemidanaan yang mengedepankan pemulihan kerugian yang dialami korban dan pelaku, dibanding menjatuhkan hukuman penjara bagi pelaku. Hal itu dimaksudkan agar penyelesaian kasus-kasus kecil tak perlu sampai ke pengadilan, tetapi diselesaikan cukup dengan mediasi. Peradilan anak telah digagas pemerintah belandaskan azas ini.

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar yang turut memperjuangkan penerapan keadilan restoratif mengaku kecewa dengan para penegak hukum yang tidak menggunakan konsep tersebut. Ia menilai, Kementerian Hukum dan HAM pun bertanggunjawab, karena sekarang lebih peduli pada pencitraan, sehingga subtansi rasa keadilan masyarakat tidak tersentuh lagi.

"Sungguh disesalkan, sekarang ini semua penegak hukum mulai lagi kembali ke ego sektoral masing-masing," kata Patrialis.

Sejumlah pandangan, fakta itu, memperlihatkan bahwa keadilan hukum di negeri ini hanya sebatas keadilan sendal jepit, keadilan yang menjepit rakyat kecil. Sungguh ironi, di negeri yang dalam butir-butir dasar negaranya disebut menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan perilaku berkeadilan ini, rakyatnya diperlakukan dalam perbedaan kasta besar dan kecil. Penegakan hukum di negeri ini masih sangat diskriminatif. Keras dan tegas untuk rakyat kecil, tapi loyo dan bagai agar-agar bagi kalangan atas.

Mari berdendang bersama Iwan Fals...

Mengapa besar selalu menang.
Bebas berbuat sewenang-wenang.
Mengapa kecil selalu tersingkir.
Harus mengalah dan menyingkir.
Apa bedanya besar dan kecil?

Sumber :  http://tuanmuda.us/showthread.php?tid=9309
»»  READMORE...

Sabtu, 28 April 2012

Bakar Diri karena ketidak adilan bangsa ini

0 komentar
Sondang Hutagalung (lahir di Bekasi, Jawa Barat, 12 Oktober 1989 – meninggal di Jakarta, 10 Desember 2011 pada umur 22 tahun) adalah seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno, Jakarta yang tewas pada sekitar pk. 17.45, 10 Desember 2011, setelah membakar dirinya pada Rabu sore 7 Desember 2011 di depan Istana Negara, Jakarta.
Sondang menjabat ketua Himpunan Aksi Mahasiswa Marhaenisme untuk Rakyat Indonesia yang aktif dalam kegiatan "Sahabat Munir". Di mata teman-temannya Sondang adalah aktivis yang sering terlibat dalam upaya advokasi dalam kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia.

Motif aksi bakar diri oleh almarhum Sondang Hutagalung (22), mahasiswa Universitas Bung Karno, mulai terkuak. Motif aksi bakar diri itu diduga kuat akibat kekecewaan mendalam terhadap ketidakadilan dan kemiskinan yang menghimpit masyarakat dan bangsa Indonesia.
Kakak kandung Sondang, Herman (24), di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), di Jakarta, (19/1/2012), mengungkapkan, telah ditemukan tulisan sondang di buku milik kekasihnya, Putri. Buku tulis milik Putri sebelumnya dibawa oleh Sondang. Sondang sempat menitipkan buku itu kepada tantenya Putri.
Tulisan Sondang di buku Putri, menurut Herman, berisi permintaan maaf kepada keluarga. "Pada bagian belakang, terdapat tulisan lain. Ada kata-kata terkutuklah ... ," katanya.
Isi tulisan Sondang pada bagian akhir buku Putri adalah "terkutuklah buat ketidakadilan, terkutuklah buat ketidakpedulian, terkutuklah buat kemiskinan, terkutuklah buat rasa sakit dan sedih, terkutuklah buat para penguasa jahat, terkutuklah buat para penjahat, setelah aku tidak punya rasa lagi."
Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar mengatakan, dari surat Sondang dan informasi yang dikumpulkan, dapat diduga kuat motif Sondang melakukan aksi bunuh diri adalah kekecewaan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM, ketidakadilan, dan penanganan pemerintah terhadap masalah-masalah tersebut.

»»  READMORE...

Kamis, 26 April 2012

Sisi Lain Anak Jalanan

0 komentar
Pernahkan terlintas di pikiran Anda, Lebih hebat manakah kita dengan anak jalanan / pengamen? Apakah kita yang lebih hebat? Bagi Anda yang menjawab demikian Anda SALAH BESAR …tahukah apa yang membuat comment kita tersebut salah? 

Mungkin bila kita melihat orang jalanan / pengamen yang selalu yang ada di benak kita adalah anak kita yang kotor, kumuh, dan nakal. Memang semua itu benar, tapi ada suatu hal yang lebih berharga di balik semua itu. Anak jalanan /pengamen mempunyai suatu keistimewaan yang tidak kita miliki. Apa keistimewaannya? Tiap hari mereka mampu melawan kekejaman kehidupan hanya untuk 1 tujuan yaitu mencari uang untuk hidup 1 hari. walaupun yang didapat sedikit namun mereka tetap bersyukur dan tak mengenal kata “putus asa” untuk kembali berjuang pada hari-hari selanjutnya. Namun bagaimana dengan kita? Kita tidak tiap hari merasakan kekejaman dunia, hanya pada waktu tertentu saja namun lebih parahnya kita selalu gampang berputus asa bila mengalami kegagalan dan yang lebih parahnya lagi kita tidak pernah mensyukuri apa yang kita punyai saat ini. Sekarang lebih hebat manakah ?kita atu anak jalanan?

»»  READMORE...

Selasa, 24 April 2012

anak negeri menangis

0 komentar
Anak negeri...
perjuangan para pahlawan dalam mewudkan kemerdekaan
adalah sia-sia
Undang-Undang Republik Indonesia
jadi buku tua yang tak layak dengan kemajuan jaman

anak negeri terlantar
anak negeri kehilangan hak

korupsi yang makin hebat
bukan jadi lawan
tapi jadi kawan

penguasa-penguasa merasa benar
seolah-olah ia merasa bahwa
dia lah yang berhak segalanya

banyak sekali masalah ditutupi dengan uang
iming-iming negeri akan sejahtera di obralkan

janji-janji dijadikan lelocon biasa
sipat lupa dan tak mahu tahu
adalah sifat terhebat

adakah keadilan
untuk anak negeri?

jika ada
dimana tempatnya

anak negeri..
janganlah engkau putus asa berdo"a
untuk mereka yang memakan hakmu
agar mereka sadar

anak negeri..
janganlah menangis
dan jangan pula tertawa
diam, diam dan diam lah
»»  READMORE...

Senin, 23 April 2012

Cerita Pengamen Anak Jalanan

0 komentar
Pengamen anak jalanan :

aku tidak ingin hidup seperti ini, namun apa daya takdirku begini..
aku tidak ingin mengemis, karena aku tahu aku masih mampu mengais..
Mungkin kalimat diatas terasa begitu kasar maknanya, namun itulah kenyataan kondisi anak jalanan di Indonesia khususnya kota - kota metropolitan seperti jakarta.
Tulisan ini bukanlah sebuat cerita yang ditulis  pengamen anak jalanan, karena tulisan ini hanyalah opini dari seorang mahasiswa yang melihat realita anak jalanan. Hampir setiap hari terlihat anak jalanan mengamen, dari yang baik - baik meminta duit dari para pendengarnya hingga yang dengan kasar dan memaksa meminta duit sambil memegang sebuah silet tajam..

aku tidak menyalahkan mereka, aku tidak menyalahkan pemerintah, dan tidak pula keluarga mereka..atas apa yang membuat mereka seperti itu..dalam hati aku tetap berdoa atas keselamatannya hingga semoga masa depannya dapat lebih baik..
Lirik lagu diatas. sepenggal dari lagu yang dinyanyikan oleh pengamen anak jalanan…sedih rasanya melihat dirinya yang memegang gitar kecil, tanpa beralaskan alas kaki, serta keringat yang membasahi tubuhnya..
Mungkin bagiku nyanyiannya bukanlah sebuah lagu, namun lebih sebagai rintihan seorang anak jalanan yang tabah menghadapi keadaannya..Ohh..apa yang bisa aku lakukan ? padahal hampir setiap hari aku diajarkan oleh guruku untuk dapat mengentaskan kemiskinan…toh, kemiskinan yang terlihat di depan mataku tidak dapat aku selesaikan..
Terima kasih anak jalanan..kamu telah mengajarkanku sebuah nilai kebaikan..

»»  READMORE...

Minggu, 22 April 2012

Mencari keadilan ke Mekkah

0 komentar
Masih ingatkah dengan bapak tua yang memperjuangkan keadilan yang dia inginkan. ya, Indra Azwan, yang nekat berjalan kaki darik kota Malang (Indonesia) menuju ke Mekkah..

Cerita bermula 19 tahun yang lalu, Jalan Letjen S Parman kota Malang menjadi saksi bisu tewasnya seorang bocah berumur 12 tahun bernama Rifki Andika. Ia meninggal ditempat pada tanggal 8 Februari 1993 silam ketika mobil Honda Accord yang dikendarai oleh Joko Sumantri seorang anggota kepolisian berpangkat Letnan Satu, menabraknya hingga tewas.

Sudah upaya ketiga sejak kematian Rifki Andika 19 tahun silam. Pria paruh baya berumur lebih dari setengah abad yang juga ayah dari Rifki Andika memperjuangkan kasus kematian Rifki. Kali ini pria dengan rambut yang mulai memutih tersebut berjalan kaki kembali menuju Jakarta demi mencari keadilan yang sudah lama dipendam oleh si penguasa. Indra Azwan namanya. Seorang ayah biasa yang anaknya meninggal dunia tanpa ada kejelasan hukum bagi si pelaku.

Tahun ini Ia mencoba melakukan aksi jalan kaki ke Jakarta kembali. Aksi pertama pada 9 Juli 2010 dan tiba di Istana Negara 22 hari kemudian. Aksi kedua pada 27 September 2011 melalui jalur selatan, tapi tak sampai ke Istana karena ia sakit dan tahun ini Ia mencoba kembali.

Perjalanan 820 km menempuh jarak Malang-Jakarta dengan berjalan kaki membuat kulitnya tampak gosong. Rambutnya yang beruban pun lepek karena keringat. Ada dua kain putih yang selalu di bawa Indra. Di kain itu terdapat tulisan bewarna merah berbunyi:

“Yth Presiden SBY, nyawa anakku harus dihargai. Saya tidak butuh amplop Rp 25 juta oleh istana. Saya tidak butuh janji oleh Kapolda Jatim Rp 2.500.000. Hanya satu harga mati. Akan saya kembalikan semuanya. Keadilan. Demi nyawa anakku. 19 tahun berjuang”.

Indra Azwan hanya salah satu dari jutaan rakyat Indonesia yang keluarganya menjadi korban pelanggaran HAM. Mau berapa banyak lagi Indra-Indra bermunculan di Indonesia. Usut tuntas semua kasus pelanggaran HAM dan itu harga mati. PR besar untuk pemerintah yang sadar.

Sumber: http://hukum.kompasiana.com/2012/03/22/indra-azwan-pria-pencari-keadilan-untuk-anaknya/

»»  READMORE...

Jumat, 20 April 2012

Indonesia

0 komentar
Bendera
Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau , oleh karena itu ia disebut juga sebagai Nusantara ("pulau luar", di samping Jawa yang dianggap pusat). Dengan populasi sebesar 222 juta jiwa pada tahun 2006, Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, meskipun secara resmi bukanlah negara Islam. Bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih langsung. Ibukota negara ialah Jakarta. Indonesia berbatasan dengan Malaysia di Pulau Kalimantan, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.

Lambang
Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting setidaknya sejak abad ke-7, yaitu ketika Kerajaan Sriwijaya di Palembang menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India. Kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha telah tumbuh pada awal abad Masehi, diikuti para pedagang yang membawa agama Islam, serta berbagai kekuatan Eropa yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawah penjajahan Belanda, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II. Selanjutnya Indonesia mendapat berbagai hambatan, ancaman dan tantangan dari bencana alam, korupsi, separatisme, proses demokratisasi dan periode perubahan ekonomi yang pesat.

Dari Sabang sampai Merauke, Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda. Suku Jawa adalah grup etnis terbesar dan secara politis paling dominan. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda tetapi tetap satu"), berarti keberagaman yang membentuk negara. Selain memiliki populasi padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.

Indonesia juga anggota dari PBB dan satu-satunya anggota yang pernah keluar dari PBB, yaitu pada tanggal 7 Januari 1965, dan bergabung kembali pada tanggal 28 September 1966 dan Indonesia tetap dinyatakan sebagai anggota yang ke-60, keanggotaan yang sama sejak bergabungnya Indonesia pada tanggal 28 September 1950. Selain PBB, Indonesia juga merupakan anggota dari ASEAN, APEC, OKI, G-20 dan akan menjadi anggota dari OECD.


Ibu kota
(dan kota terbesar)
Jakarta
6°10.5′S 106°49.7′E
Bahasa resmi Bahasa Indonesia
Pemerintahan Republik presidensial
 -  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
 -  Wakil Presiden Boediono
 -  Ketua MPR Taufiq Kiemas
 -  Ketua DPR Marzuki Alie
 -  Ketua DPD Irman Gusman
Legislatif Majelis Permusyawaratan Rakyat
 -  Majelis Tinggi Dewan Perwakilan Daerah
 -  Majelis Rendah Dewan Perwakilan Rakyat
Kemerdekaan dari Belanda 
 -  Diproklamasikan 17 Agustus 1945 
 -  Diakui (sebagai RIS) 27 Desember 1949 
 -  Kembali ke RI 17 Agustus 1950 
Luas
 -  Total 1,904,569 km2 (15)
 -  Air (%) 4,85%
Penduduk
 -  Perkiraan 19 Juni 2009 230.472.833
 -  Sensus 2010 237.556.363
 -  Kepadatan 124/km2
PDB (KKB) Perkiraan 2009
 -  Total Rp. 8,576 triliun
(AS$ 909 miliar)
 -  Per kapita Rp. 37,538 juta
(AS$ 3,979)
PDB (nominal) Perkiraan 2009
 -  Total Rp. 4,821 triliun
(AS$ 511 miliar
 -  Per kapita Rp. 21.113 juta
(AS$ 2,238)
IPM (2006) 0.734 (menengah) (111)
Mata uang Rupiah (Rp) (IDR)
Zona waktu WIB (+7), WITA (+8), WIT (+9)
Lajur kemudi Kiri
Ranah Internet .id
Kode telepon +62
»»  READMORE...